Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Cirebon adalah kota pelabuhan di pantai utara pulau Jawa Indonesia. Ini adalah satu-satunya kota pesisir Jawa Barat. Itu memiliki populasi 322.322 pada pertengahan 2020.

Wilayah metropolitannya meliputi kabupaten serta kota, dan mencakup area seluas 1.021,88 km2 (394,55 sq mi). Data resmi terbaru (per pertengahan 2020) wilayah metropolitan Cirebon mencakup area seluas 2.531.955.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang Cirebon dan temuan para ahli CRIC, klik di sini.

Ringkasan kebijakan yang disunting oleh mitra CRIC dari Pilot4Dev, ACR+, ECOLISE, dan AIILSG tersedia di sini.

Laporan lengkap Analisis Perkotaan yang dilakukan oleh panel ahli perkotaan untuk kota Cirebon tersedia di sini. Studi ini berusaha mengidentifikasi karakteristik Cirebon dan kebijakan yang ada terkait iklim dan kesenjangan kebijakan sambil memberikan rekomendasi kepada pejabat Kota Cirebon.

Sebagai kota yang tumbuh di persimpangan jalur perdagangan dan transportasi antara Jawa Barat dan DKI Jakarta, Kota Cirebon memegang peran strategis sebagai aktivitas ekonomi. Namun, pertumbuhan populasi dan ekonomi juga membawa tantangan bagi Cirebon, yakni bagaimana memastikan kota yang berketahanan iklim di tengah perubahan iklim.

Jumlah penduduk Kota Cirebon terus meningkat dalam enam tahun terakhir, dengan kepadatan penduduk tercatat 8.500 orang per km2 (Laporan Kajian Perkotaan CRIC, 2020). Pertumbuhan aktivitas juga berdampak pada penambahan jumlah sampah yang diproduksi per hari yang mencapai 300 ton (DLH, 2019) dan tidak semuanya diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir Kopi Luhur.

Sampah yang tidak diangkut ke TPA umumnya dibuang sembarangan dan dibakar, sehingga menimbulkan permasalahan kebersihan lingkungan. Sementara emisi gas rumah kaca dari sampah tercatat sebesar 28.270 ton CO2 berdasarkan SIGN SMART Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada tahun 2014.

Tantangan juga terjadi di TPA yang akan penuh dalam dua tahun ke depan. Letak TPA berdekatan dengan sungai dan permukiman warga. Air lindi dikhawatirkan mencemari air yang digunakan warga untuk kebutuhan domestik. Sementara di musim penghujan, TPA menjadi sulit dilewati dan rentan longsor akibat intensitas hujan yang jatuh pada timbulan sampah.

Upaya mengatasi persoalan sampah tidak hanya membantu Kota Cirebon mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga mempersiapkan rancang bangun TPA dan masyarakat yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Di Kota Cirebon, telah ada inisiatif dan instrumen penting yang disusun untuk mengatasi masalah persampahan.

  • Komitmen tinggi Walikota – Walikota Cirebon memastikan komitmennya untuk mengatasi perubahan iklim di sektor prioritas, pengelolaan sampah. Hal ini juga sejalan dengan visi Smart City Kota Cirebon, di mana ‘smart environment’ menjadi pilar penting.
  • Kebijakan terkait pengelolaan sampah telah ada, seperti: Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah; Peraturan Walikota Cirebon Nomor 6 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Kota Cirebon dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Tahun 2018-2025.
  • Program pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat terus digalakkan, seperti melalui Program Kampung Iklim (Proklim) sebagai upaya mendorong aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat masyarakat. Selain itu, ada juga Bank Sampah yang melibatkan masyarakat dalam upaya pemilahan, pendaurulangan dan pemanfaatan kembali sampah.
  • Pihak swasta melihat peluang untuk menggunakan sampah organik (yang komposisinya 50,95% dari total sampah) sebagai pakan larva black soldier fly.

 

Artikel terkait:

 

 

Foto: Maria Serenade


no.20 Jl. Kecapi Raya
, Jawa Barat
Indonesia 45142

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com